CERPEN-CERPEN MURIDKU
Bukan Debus Biasa
Oleh : Fourteena Hannum S (IX D/12)
Siang yang sejuk menyambutku di sana. Kulayangkan senyum manisku pada teman-teman sebagai tanda bahwa begitu indahnya pemandangan di tempat itu. Cuaca siang itu sangat bersahabat, tidak panas tetapi tidak juga mendung.
Liburan akhir semester ini memang ku isi dengan kegiatan berkemah. Awalnya, aku tak tertarik sama sekali. Tapi, kupikir sekali lagi, ah dari pada enggak ada kerjaan di rumah, lebih baik aku ikut kemah biar tambah pengalaman.
Kemah yang ku ikuti ini bukan kemah biasa, karena kegiatan ini sebagai ajang memotivasi para pelajar yang ikut serta.
Akhirnya sampai juga di tempat di mana aku harus berkemah. Bertemu dengan banyak teman baru dari daerah yang berbeda adalah agenda pertamaku. Ku coba untuk berkenalan dengan semuanya dan mulai beradaptasi.
“Ehm…kita ada di mana yaa??? tanyaku pada Ima, salah satu peserta kemah dari Purwokerto.
“Waduuh…kurang tahu tuh!! Aku juga enggak begitu paham deh Sya,, tapi pemandangan di sini bagus ya???” sahut Ima sambil tersenyum padaku.
“Ini di Baturaden bu!!! Dari tadi ke mana aja??? Tidur?? Udah jelas-jelas tuh ada tulisannya!!! Tepatnya di desa Ketenger!!!” samber Chaca degan nada mengejek.
“Hhuuuuuu!!!!!!” seruku dan Ima kompak meneriaki Chaca.
Aku dan Ima akhirnya melanjutkan ngobrol sambil sibuk mengemasi barang-barang dari dalam truk. Kami bekerja sama untuk mengangkut tas-tas kami dengan menggunakan sebuah tongkat pramuka. Setelah sampai di perkemahan, kami istirahat sebentar sambil ngobrol dan memakan snack yang di bawa oleh Chaca yang hobinya makan itu, tidak heran badannya sudah cukup berisi.
“Ayo semuanya ambil air wudlu!!! Kita mau sholat berjamaah, sehabis sholat kita makan siang!!!” teriak Kak Cecep pada seluruh peserta kemah.
“OK Kak!!!” sahut kami bersamaan.
Aku, Ima dan Chaca menuju tempat wudlu yang tidak jauh dari tempat kami beristirahat tadi. Di sana sudah ada Kak Beni dengan wajah cengar-cengir dan sedikit berpose yang sejak tadi menunggu kami.
“Wah….Kak Beni lagi mejeng ya?? Kok berdiri di situ udah kayak patung pancoran aja!!!” ledek Chaca yang ingin membuat suasana menjadi hidup.
“Hahahaha….” tawa semua teman-teman termasuk aku.
Guyonan kami tadi terhenti ketika Kak Doni membunyikan sirine tanda panggilan untuk semua peserta agar berkumpul seceptnya. Aku pun bergegas mengambil air wudlu dan mengambil mukena yang ada di tas ransel kesayanganku.
Setelah selesai sholat berjamaah, kami disibukkan dengan mendirikan tenda. Ini untuk pertama kalinya aku mendirikan tenda seperti yang sering kubayangkan. Ternyata sangat mengasyikkan,, kami dibantu oleh Kak Beni karena kami rata-rata belum paham betul mengenai pendirian tenda. Lagi-lagi Chaca memecah keseriusan kami bekerja.
“Kak Beni….coba tebak deh siapa artis Inggris yang pandai dan mahir kesenian Betawi??” tanya Chaca pada Kak Beni.
“Apa ya??? Wah, Kak Beni eggak tahu tuh Cha…Kak Doni kali!!!” jawab Kak Beni sambil mengikatkan tali.
“Ah,, Kak Beni payah ah!! Masa gitu aja enggak tahu sih?? Jawabannya itu John Lennong!!!!! Hahahahaha….” jawab Chaca.
“Hmm….Chaca…..Chaca……garing banget sih!!! Jadi geli deh dengernya!!” sahutku sambil menancapkan pathok kayu ke dalam tanah.
Semuanya tertawa melihat wajah Chaca yang sedang cemberut.
“Kok gitu sih!!! Harusnya kan kalian ketawain tebak-tebakan aku!!! Bukan malah ngetawain aku!!! Hhuuh….!!!” teriak Chaca kesal, ia memalingkan pandangan sambil sedikit mengangkat senyumnya.
Setelah selesai mendirikan tenda, sebelum memasuki waktu sholat ashar, kami akhirnya memainkan game beregu sederhana yang dipandu oleh Kak Cecep. Sangat menyenangkan!! Akhirnya timku yang jadi pemenangnya!!
Waktu ashar pun tiba, semua bergegas mengambil air wudlu di tempat yang sama. Sholat ashar pun segera dilaksanakan.
Setelah sholat selesai, Kak Doni menyuruh kami mandi secara bergantian.
Sambil menunggu giliran untuk mandi, aku dan Ima kembali asyik mengobrol.
“Eh Sya,, tahu enggak cowok yang dari Sokaraja itu??” tanya Ima dengan antusias.
“Oh,, si siapa itu namanya?? Yang sok cool itu kan?? Aduh, siapa ya aku lupa!! Oh iya,, namanya Raka!! Emangnya kenapa, Ma??” jawabku.
“Aduh Reisya!! Kamu gimana sih?? Dia kan cakep banget!! Bukan sok cool, tapi emang dia cool abis kali, Sya!!” lanjutnya sambil memperlihatkan wajah kasmarannya.
“Wow…wow…wow,, Ima naksir Raka!!! Gosip terhot nih!!! Entar aku bilangin ah ke Selfi, dia kan adiknya…tenang aja!!” ledekku sambil menahan tawa.
“Ih Reisya apaan sih!! Jangan pikir aku kan mencinta ku hanya kagumi hanya memuji…..” balas Ima dengan memamerkan suara merdunya itu.
“Iya deh iya percaya…. Yuk kita mandi!! Dah mau maghrib nih!!!” kataku sambil menarik Ima masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai mandi, aku dan Ima langsung cepat-cepat ambil air wudlu dan melaksanakan sholat maghrib berjamaah.
Sholat maghrib selesai, dilanjutkan makan malam. Seperti biasa, aku dan Ima selalu berdua, mencari tempat makan yang enak dan makan bersama.
Aku menemukan banyak teman di sini, teman yang bukan dari daerahku sendiri yaitu Purbalingga. Dan hanya dengan Ima, aku bisa cocok dan nyambung. Kemah yang pertama ini benar-benar menyenangkan.
Makan malam pun selesai, semuanya masuk tenda masing-masing untuk istirahat sebentar. Tak berapa lama, Kak Cecep membunyikan sirine tanda untuk berkumpul. Aku yang sedang tiduran, kaget dan langsung keluar tenda.
“Oke, semua sudah kumpul??” tanya Kak Doni sambil mengecek satu persatu.
“Selamat malam adik-adik!! Malam ini tolong semua memakai celana training!! Karena kita akan melakukan kegiatan yang sangat mengasyikkan!! Kakak beri waktu 10 menit untuk berganti celana!!” perintah Kak Doni.
“Sial! Aku kan enggak bawa celana training!” batinku.
“Kenapa Sya?? Kok murung gitu? Ayo cepet kita ke tenda! Waktunya cuma 10 menit lho!” tegur Raka padaku.
Aku kaget setengah mati kalau ternyata yang menegurku itu Raka, yang kata Ima itu cakep.
“A…aku eng..enggak bawa celana training Ka. Aku bingung musti gimana??” keluhku padanya.
“Oh gitu, tenang aja…kayaknya adikku bawa dua deh. Coba aku tanya dia sebentar.” balasnya sambil pergi mencari Selfi, adiknya.
“Ini Sya,, pake aja!!” sambil menyerahkan celana training berwarna biru itu kepadaku dan sedikit tersenyum.
“Wah, makasih banget ya Ka!! Makasiiiih banget!!” kataku kegirangan.
Raka ternyata baik banget, perhatian pula. Ima emang enggak salah naksir cowok, batinku.
Setelah semuanya kumpul, kami diberi arahan dari Kak Doni kalau kita mau melewati tantangan yang pertama dan yang paling mengasyikkan. Ketika Kak Doni menyebutkan bahwa kita akan mencoba melewati kobara api, semuanya teriak tidak percaya dan mulai gaduh, tetapi kemudian Kak Anis, Kakak yang baru hadir di tengah-tengah kami menenangkan kami supaya tidak takut.
“Adik-adik, ingat ya! Ini bukan debus! Ini bukan hal yang menyeramkan seperti yang ada di dalam pikiran kalian. Sekali lagi, ini bukan debus seperti yang ada di TV, kita akan melewati ini hanya bermodalkan keyakinan dan doa! Tidak ada ritual khusus! Kalau kita berkata bisa dan yakin pasti bisa!! Ini akan sangat mudah dilewati, mgerti kalian semua?”
Setelah dapat pengarahan dari Kak Anis, semua mencoba satu persatu. Walaupun ada beberapa yang tidak mau mencoba karena ketakutan dan akhirnya menangis.
Dan kini giliranku tiba. Aku masih merasa takut dan tidak yakin akan bisa melewati kobaran api itu. Melihat kobaran api yang panjangnya lebih dari 1 meter itu membuatku menggigil dan mual. Tetapi semuanya terus menyemangatiku dan meyakinkanku bahwa aku pasti bisa.
Tiba-tiba ada suara yang mendekatiku.
“Reisya, kamu pasti bisa. Enggak panas kok, aku aja berani. Kalau kamu yakin, enggak akan terasa panas. Tujuan kegiatan ini kan melatih kita biar berani dan selalu yakin dengan apa yang kita hadapi. Percaya deh sama aku! Ayolah Sya, kesempatan ini jangan dibuang gitu aja! Gimana?? Oke??” ucap Raka yang antusias menyemangatiku sambil melayangkan senyum dan tatapan penuh harap padaku.
Aku tak tahu apa yang sedang aku rasakan, kini rasa takut, cemas dan mualku hilang satu persatu, berganti dengan kobaran api di hatiku tanda alarm keyakinanku mulai bereaksi. Kulayangkan pandanganku pada Ima yang dari tadi menatapku sinis karena Raka menghampiriku, dan bukan padanya. Tetapi Ima tetap mencoba tersenyum dan akhirnya mendekatiku.
“Ayolah Sya….!! Aku tahu kamu pasti bisa!! Masa kalah sama aku sih!!” ledek Ima padaku.
Dan akhirnya kudekati Kak Doni yang menugguku sejak tadi di dekat api dan memberikan senyumnya padaku.
“Siap Sya??” tanya Kak Doni sekedar memastikan.
“Siap Kak!!! Siap sesiap-siapnya!!!” kataku dengan keyakinan seperti kobaran api yang ada di hadapanku itu. “Bismillahirrahmanirahim…..” kataku dalam hati.
“Tunggu aba-aba Kakak ya!! 1….2….3!!!” teriak Kak Doni memberi aba-aba.
Kulangkahkan kaki dengan pasti melewati kobaran api itu. Sulit dipercaya bahwa aku bisa melakukannya. Mengingat tadi aku yang masih takut, tetapi kini aku berdiri tepat menginjak arang dan dikelilingi api. Subhanallah….batinku. Pikiranku melayang ketika mau mendekati finish. Rasa tidak percaya masih terlintas di benakku. Inikah aku?? Apa aku segitu beraninya?? Itu tadi api kan?? Tapi kakiku sama sekali tidak terasa panas. Alhamdulillah aku bisa melawan ketakutanku dan mengusir kegalauanku. Terima kasih ya Allah telah memberiku sesuatu yang baru dalam hidupku.
Raka yang pertama kali menyambutku dengan senyuman ketika aku mau mengoleskan minyak ‘aneh’ pada kedua kakiku yang pemberani ini.
“Gimana Sya?? Hebat kan???” tanya Raka.
“Iya, Ka!!! Hebat banget!!! Itu tadi bener-bener luar biasa!! Enggak bakal aku lupain deh…!!! Ehm….makasih banget ya Ka, udah kasih semangat buat aku.” jawabku sambil tersenyum.
“Iya sama-sama Sya…!!! Buat kamu apa sih yang enggak??” balas Raka sambil memberikan senyumannya dan pergi meninggalkanku.
Membuat hatiku bertanya-tanya. Tetapi yang jelas, malam ini benar-benar malam kemenanganku melawan ketakutanku!! Sekarang aku tahu, aku bisa melewati semua rintangan yang ada dengan keyakinan!! Yakin pada diri sendiri dan berkata YA AKU PASTI BISA!!!!! Sungguh malam yang indah, kucoba untuk pejamkan mata dan hadapi apa yang ada besok!!!
Oleh : Fourteena Hannum S (IX D/12)
Siang yang sejuk menyambutku di sana. Kulayangkan senyum manisku pada teman-teman sebagai tanda bahwa begitu indahnya pemandangan di tempat itu. Cuaca siang itu sangat bersahabat, tidak panas tetapi tidak juga mendung.
Liburan akhir semester ini memang ku isi dengan kegiatan berkemah. Awalnya, aku tak tertarik sama sekali. Tapi, kupikir sekali lagi, ah dari pada enggak ada kerjaan di rumah, lebih baik aku ikut kemah biar tambah pengalaman.
Kemah yang ku ikuti ini bukan kemah biasa, karena kegiatan ini sebagai ajang memotivasi para pelajar yang ikut serta.
Akhirnya sampai juga di tempat di mana aku harus berkemah. Bertemu dengan banyak teman baru dari daerah yang berbeda adalah agenda pertamaku. Ku coba untuk berkenalan dengan semuanya dan mulai beradaptasi.
“Ehm…kita ada di mana yaa??? tanyaku pada Ima, salah satu peserta kemah dari Purwokerto.
“Waduuh…kurang tahu tuh!! Aku juga enggak begitu paham deh Sya,, tapi pemandangan di sini bagus ya???” sahut Ima sambil tersenyum padaku.
“Ini di Baturaden bu!!! Dari tadi ke mana aja??? Tidur?? Udah jelas-jelas tuh ada tulisannya!!! Tepatnya di desa Ketenger!!!” samber Chaca degan nada mengejek.
“Hhuuuuuu!!!!!!” seruku dan Ima kompak meneriaki Chaca.
Aku dan Ima akhirnya melanjutkan ngobrol sambil sibuk mengemasi barang-barang dari dalam truk. Kami bekerja sama untuk mengangkut tas-tas kami dengan menggunakan sebuah tongkat pramuka. Setelah sampai di perkemahan, kami istirahat sebentar sambil ngobrol dan memakan snack yang di bawa oleh Chaca yang hobinya makan itu, tidak heran badannya sudah cukup berisi.
“Ayo semuanya ambil air wudlu!!! Kita mau sholat berjamaah, sehabis sholat kita makan siang!!!” teriak Kak Cecep pada seluruh peserta kemah.
“OK Kak!!!” sahut kami bersamaan.
Aku, Ima dan Chaca menuju tempat wudlu yang tidak jauh dari tempat kami beristirahat tadi. Di sana sudah ada Kak Beni dengan wajah cengar-cengir dan sedikit berpose yang sejak tadi menunggu kami.
“Wah….Kak Beni lagi mejeng ya?? Kok berdiri di situ udah kayak patung pancoran aja!!!” ledek Chaca yang ingin membuat suasana menjadi hidup.
“Hahahaha….” tawa semua teman-teman termasuk aku.
Guyonan kami tadi terhenti ketika Kak Doni membunyikan sirine tanda panggilan untuk semua peserta agar berkumpul seceptnya. Aku pun bergegas mengambil air wudlu dan mengambil mukena yang ada di tas ransel kesayanganku.
Setelah selesai sholat berjamaah, kami disibukkan dengan mendirikan tenda. Ini untuk pertama kalinya aku mendirikan tenda seperti yang sering kubayangkan. Ternyata sangat mengasyikkan,, kami dibantu oleh Kak Beni karena kami rata-rata belum paham betul mengenai pendirian tenda. Lagi-lagi Chaca memecah keseriusan kami bekerja.
“Kak Beni….coba tebak deh siapa artis Inggris yang pandai dan mahir kesenian Betawi??” tanya Chaca pada Kak Beni.
“Apa ya??? Wah, Kak Beni eggak tahu tuh Cha…Kak Doni kali!!!” jawab Kak Beni sambil mengikatkan tali.
“Ah,, Kak Beni payah ah!! Masa gitu aja enggak tahu sih?? Jawabannya itu John Lennong!!!!! Hahahahaha….” jawab Chaca.
“Hmm….Chaca…..Chaca……garing banget sih!!! Jadi geli deh dengernya!!” sahutku sambil menancapkan pathok kayu ke dalam tanah.
Semuanya tertawa melihat wajah Chaca yang sedang cemberut.
“Kok gitu sih!!! Harusnya kan kalian ketawain tebak-tebakan aku!!! Bukan malah ngetawain aku!!! Hhuuh….!!!” teriak Chaca kesal, ia memalingkan pandangan sambil sedikit mengangkat senyumnya.
Setelah selesai mendirikan tenda, sebelum memasuki waktu sholat ashar, kami akhirnya memainkan game beregu sederhana yang dipandu oleh Kak Cecep. Sangat menyenangkan!! Akhirnya timku yang jadi pemenangnya!!
Waktu ashar pun tiba, semua bergegas mengambil air wudlu di tempat yang sama. Sholat ashar pun segera dilaksanakan.
Setelah sholat selesai, Kak Doni menyuruh kami mandi secara bergantian.
Sambil menunggu giliran untuk mandi, aku dan Ima kembali asyik mengobrol.
“Eh Sya,, tahu enggak cowok yang dari Sokaraja itu??” tanya Ima dengan antusias.
“Oh,, si siapa itu namanya?? Yang sok cool itu kan?? Aduh, siapa ya aku lupa!! Oh iya,, namanya Raka!! Emangnya kenapa, Ma??” jawabku.
“Aduh Reisya!! Kamu gimana sih?? Dia kan cakep banget!! Bukan sok cool, tapi emang dia cool abis kali, Sya!!” lanjutnya sambil memperlihatkan wajah kasmarannya.
“Wow…wow…wow,, Ima naksir Raka!!! Gosip terhot nih!!! Entar aku bilangin ah ke Selfi, dia kan adiknya…tenang aja!!” ledekku sambil menahan tawa.
“Ih Reisya apaan sih!! Jangan pikir aku kan mencinta ku hanya kagumi hanya memuji…..” balas Ima dengan memamerkan suara merdunya itu.
“Iya deh iya percaya…. Yuk kita mandi!! Dah mau maghrib nih!!!” kataku sambil menarik Ima masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai mandi, aku dan Ima langsung cepat-cepat ambil air wudlu dan melaksanakan sholat maghrib berjamaah.
Sholat maghrib selesai, dilanjutkan makan malam. Seperti biasa, aku dan Ima selalu berdua, mencari tempat makan yang enak dan makan bersama.
Aku menemukan banyak teman di sini, teman yang bukan dari daerahku sendiri yaitu Purbalingga. Dan hanya dengan Ima, aku bisa cocok dan nyambung. Kemah yang pertama ini benar-benar menyenangkan.
Makan malam pun selesai, semuanya masuk tenda masing-masing untuk istirahat sebentar. Tak berapa lama, Kak Cecep membunyikan sirine tanda untuk berkumpul. Aku yang sedang tiduran, kaget dan langsung keluar tenda.
“Oke, semua sudah kumpul??” tanya Kak Doni sambil mengecek satu persatu.
“Selamat malam adik-adik!! Malam ini tolong semua memakai celana training!! Karena kita akan melakukan kegiatan yang sangat mengasyikkan!! Kakak beri waktu 10 menit untuk berganti celana!!” perintah Kak Doni.
“Sial! Aku kan enggak bawa celana training!” batinku.
“Kenapa Sya?? Kok murung gitu? Ayo cepet kita ke tenda! Waktunya cuma 10 menit lho!” tegur Raka padaku.
Aku kaget setengah mati kalau ternyata yang menegurku itu Raka, yang kata Ima itu cakep.
“A…aku eng..enggak bawa celana training Ka. Aku bingung musti gimana??” keluhku padanya.
“Oh gitu, tenang aja…kayaknya adikku bawa dua deh. Coba aku tanya dia sebentar.” balasnya sambil pergi mencari Selfi, adiknya.
“Ini Sya,, pake aja!!” sambil menyerahkan celana training berwarna biru itu kepadaku dan sedikit tersenyum.
“Wah, makasih banget ya Ka!! Makasiiiih banget!!” kataku kegirangan.
Raka ternyata baik banget, perhatian pula. Ima emang enggak salah naksir cowok, batinku.
Setelah semuanya kumpul, kami diberi arahan dari Kak Doni kalau kita mau melewati tantangan yang pertama dan yang paling mengasyikkan. Ketika Kak Doni menyebutkan bahwa kita akan mencoba melewati kobara api, semuanya teriak tidak percaya dan mulai gaduh, tetapi kemudian Kak Anis, Kakak yang baru hadir di tengah-tengah kami menenangkan kami supaya tidak takut.
“Adik-adik, ingat ya! Ini bukan debus! Ini bukan hal yang menyeramkan seperti yang ada di dalam pikiran kalian. Sekali lagi, ini bukan debus seperti yang ada di TV, kita akan melewati ini hanya bermodalkan keyakinan dan doa! Tidak ada ritual khusus! Kalau kita berkata bisa dan yakin pasti bisa!! Ini akan sangat mudah dilewati, mgerti kalian semua?”
Setelah dapat pengarahan dari Kak Anis, semua mencoba satu persatu. Walaupun ada beberapa yang tidak mau mencoba karena ketakutan dan akhirnya menangis.
Dan kini giliranku tiba. Aku masih merasa takut dan tidak yakin akan bisa melewati kobaran api itu. Melihat kobaran api yang panjangnya lebih dari 1 meter itu membuatku menggigil dan mual. Tetapi semuanya terus menyemangatiku dan meyakinkanku bahwa aku pasti bisa.
Tiba-tiba ada suara yang mendekatiku.
“Reisya, kamu pasti bisa. Enggak panas kok, aku aja berani. Kalau kamu yakin, enggak akan terasa panas. Tujuan kegiatan ini kan melatih kita biar berani dan selalu yakin dengan apa yang kita hadapi. Percaya deh sama aku! Ayolah Sya, kesempatan ini jangan dibuang gitu aja! Gimana?? Oke??” ucap Raka yang antusias menyemangatiku sambil melayangkan senyum dan tatapan penuh harap padaku.
Aku tak tahu apa yang sedang aku rasakan, kini rasa takut, cemas dan mualku hilang satu persatu, berganti dengan kobaran api di hatiku tanda alarm keyakinanku mulai bereaksi. Kulayangkan pandanganku pada Ima yang dari tadi menatapku sinis karena Raka menghampiriku, dan bukan padanya. Tetapi Ima tetap mencoba tersenyum dan akhirnya mendekatiku.
“Ayolah Sya….!! Aku tahu kamu pasti bisa!! Masa kalah sama aku sih!!” ledek Ima padaku.
Dan akhirnya kudekati Kak Doni yang menugguku sejak tadi di dekat api dan memberikan senyumnya padaku.
“Siap Sya??” tanya Kak Doni sekedar memastikan.
“Siap Kak!!! Siap sesiap-siapnya!!!” kataku dengan keyakinan seperti kobaran api yang ada di hadapanku itu. “Bismillahirrahmanirahim…..” kataku dalam hati.
“Tunggu aba-aba Kakak ya!! 1….2….3!!!” teriak Kak Doni memberi aba-aba.
Kulangkahkan kaki dengan pasti melewati kobaran api itu. Sulit dipercaya bahwa aku bisa melakukannya. Mengingat tadi aku yang masih takut, tetapi kini aku berdiri tepat menginjak arang dan dikelilingi api. Subhanallah….batinku. Pikiranku melayang ketika mau mendekati finish. Rasa tidak percaya masih terlintas di benakku. Inikah aku?? Apa aku segitu beraninya?? Itu tadi api kan?? Tapi kakiku sama sekali tidak terasa panas. Alhamdulillah aku bisa melawan ketakutanku dan mengusir kegalauanku. Terima kasih ya Allah telah memberiku sesuatu yang baru dalam hidupku.
Raka yang pertama kali menyambutku dengan senyuman ketika aku mau mengoleskan minyak ‘aneh’ pada kedua kakiku yang pemberani ini.
“Gimana Sya?? Hebat kan???” tanya Raka.
“Iya, Ka!!! Hebat banget!!! Itu tadi bener-bener luar biasa!! Enggak bakal aku lupain deh…!!! Ehm….makasih banget ya Ka, udah kasih semangat buat aku.” jawabku sambil tersenyum.
“Iya sama-sama Sya…!!! Buat kamu apa sih yang enggak??” balas Raka sambil memberikan senyumannya dan pergi meninggalkanku.
Membuat hatiku bertanya-tanya. Tetapi yang jelas, malam ini benar-benar malam kemenanganku melawan ketakutanku!! Sekarang aku tahu, aku bisa melewati semua rintangan yang ada dengan keyakinan!! Yakin pada diri sendiri dan berkata YA AKU PASTI BISA!!!!! Sungguh malam yang indah, kucoba untuk pejamkan mata dan hadapi apa yang ada besok!!!
penggunaan kata:menggunakan kata yg disingkat singkat ceritanya bagus
BalasHapusTerima kasih
HapusIsinya tentang adanya pengalaman yang ada di luar yang belum kita ketahui. Pengalaman yang belum pernah kita rasakan dan kita ketahui. Maksudya, kita harus mencari pengalaman yang ada di luar, yang harus kita ikuti sebagai pengalamanyang tak terlupakan dan tidak menjadi orang yang berputus asa, tetapi menjadi orang yang optimis, semangat, dan kuat.
BalasHapusBetul sekali Rim
BalasHapus